Header Ads

test

3 Nasihat Nabi


Jamaah Jumat Rahimahumulloh
Allah mengutus Rasululullah sebagai seorang mu’allim (guru). Beliau bersabda, “Dan sesungguhnya aku diutus sebagai seorang guru.” (HR. Ibnu Majah).
Beliau menunaikan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya sebagimana sahabat Muawiyah bin al-Hakam berkata,  “Aku belum pernah bertemu dengan seorang pendidik yang lebih baik pengajarannya daripada beliau.” (HR. Muslim)
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي وَأَوْجِزْ قَالَ إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَأَجْمِعْ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
Dari Abu Ayyub dia berkata, Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam seraya berkata, Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku (ilmu) yang singkat padat.Beliau bersabda, Apabila kamu (hendak) mendirikan shalat maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak berpisah. Janganlah kamu mengatakan suatu perkataan yang akan kamu sesali. Berputus asalah dari apa yang dimiliki manusia.(HR. Ibnu Majah, dihasankan Al-Albany)
Allah memberikan jawami’ul kalim (perkataan yang singkat tapi padat maknanya) kepada Rasulullah, sehingga kalimatnya ringkas dan mudah dihapal. Ketika ada laki-laki yang datang kepada Nabi dan meminta diajarkan ilmu yang singkat dan padat, Rasulullah memberikan tiga wasiat kepadanya.
Wasiat Pertama: Shalatlah Sebagaimana Orang yang Hendak Berpisah
Jamaah Jumat yang Berbahagia
Orang yang hendak berpisah, meninggalkan satu tempat menuju tempat yang lain, pasti akan mempersiapkan segala sesuatu yang bermanfaat untuk bekal perjalanannya dan berusaha meninggalkan sesuatu kepada orang yang ditinggalnya.
Bila kita tahu seandainya shalat kita adalah yang terakhir dan setelah itu kita mati, tentu kita akan membaguskan shalat tersebut. Kita akan berusaha untuk khusyu’ dan berharap shalat kita diterima oleh Allah. Khusyu’ ketika rukuk, tunduk dan menghina ketika sujud, serta tidak tergesa-gesa dalam shalat. Air mata akan berurai, niscaya penyesalan akan hadir dan hati pasti akan benar-benar berpasrah berharap agar Allah mengampuni segala dosa-dosanya serta menerima amal perbuatannya. Hampir dapat dipastikan jika kekhusukan akan hadir dalam sholat kita sehingga shalat itu benar menjadi penawar segala kegundahan dan masalah dalam hidup kita.
Rasulullah menjadikan shalat sebagai qurratu ‘aini. Sebagaimana sabdanya, Dan dijadikan penyejuk mata hatiku dalam shalat.(HR. Ahmad dan Nasa’i)
Rasulullah bersabda, Wahai Bilal, (kumandangkan iqamah) untuk shalat. Dan buatlah kami istirahat dengannya.(HR. Abu Daud dan Ahmad)
Itulah yang seharusnya ada, dimana shalat bagi orang mukmin, yaitu tempat untuk beristirahat dari kepenatan, kesusahan dan kesempitan dunia, menuju keluasan, kenyamanan dan kelapangan.
Maka dengan menghayati bahwa shalat yang ia jalankan sebagai shalat yang terakhir maka ia akan merasakan setiap detik dalam shalatnya, menghayati setiap doa yang dibaca,  ayat yang didengar, dan  merasakan getaran iman. Sehingga jiwanya akan bersegera kepada kebaikan dan sungguh-sungguh meninggalkan dari perbuatan dosa dan kemaksiatan.
Jika shalat kita bagus maka kebahagiaan dan keselamatan yang didapat, Rasulullah bersabda, Yang pertama kali dihisab (dihitung) dari perbuatan seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat; jika shalatnya baik maka dia beruntung dan selamat, dan jika shalatnya rusak maka dia merugi. Apabila ada sesuatu yang kurang dari shalat wajibnya, Allah berfirman; maka lihatlah apakah hamba-Ku mempunyai shalat sunnah?Lalu kekurangannya dalam shalat fardhu disempurnakan dengannya. Kemudian semua amalan ibadahnya juga seperti itu.(HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai)
Kemudian Jamaah Rahimahumulloh
 Wasiat Kedua: Jagalah Lisan dan Jangan Mengatakan Suatu Perkataan yang Menyesalkan
Janganlah sebagaimana perkatan orang kafir, yang mengatakan,
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا
 Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak.
لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّ, تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا
أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا
 Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena Ucapan itu, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, Karena mereka mendakwakan Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak.(QS. Maryam: 91-88)
Langit bumi dan gunung hampir pecah, terbelah dan runtuh gara gara perkataan yang batil tersebut. Begitu ngerinya akibat perkataan mungkar yang terucap. Salah satu hikmah dari ayat tersebut adalah bahwa jangan main-main dengan perkataan karena darinya dapat timbul perkara yang besar.
Orang yang lahirnya Islam juga bisa keluar dari keislamannya gegara kalimat yang diucapkan, meskipun hanya candaan. Kisah orang-orang munafik di Tabuk perlu menjadi pelajaran. Mereka berkata, Aku tidak pernah melihat orang yang perutnya lebih besar (rakus terhadap makanan), lebih suka berbohong serta pengecut ketika bertemu musuh dalam perang dari pada ahli qiro’ah kami (yang dia maksudkan adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum).Maka turunlah ayat,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.Katakanlah, Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…” (QS. At Taubah 65-66).
Setiap perkataan ada yang mencatat, tidak akan luput perhurufnya. Bila jahat dan buruk perkataannya maka bisa menghantarkan kejurang neraka. Bila baik dan benar perkataannya maka akan mendapat keridhaan-Nya. Dan bukankah nabi sudah mengingatkan salah satu penyebab banyaknya manusia masuk neraka diantara adalah karena lisannya.
Wasiat Ketiga: Berputus asalah dari apa yang dimiliki manusia
‘Iffah (menjaga kehormatan), qonaah (menerima pemberian Allah), dan zuhud dari apa yang dimiliki manusia.
Jika manusia melihat seseorang yang Allah berikan kenikmatan yang lebih maka jiwanya akan meminta dan menuntut kenikmatan tersebut dan memandang kecil nikmat Allah yang sudah ada ditangannya. Ia menjadi rakus dan tamak untuk mendekati atau mendapatkan apa yang dimiliki orang lain. Bila tidak mendapatkannya dan justru upaya keras mengejar dunia itu malah menghancurkannya ia akan meminta-minta kepada manusia, sehingga hidup dalam kehinaan, dan  orang tidak suka padanya.
Seorang muslim harusnya berputus asa dari apa yang dimiliki manusia. Tidak berharap terhadap manusia. Merasa tidak butuh terhadap apa yang dimiliki manusia, tapi hendaknya ia menggantungkan kebutuhan dan permintaannya hanya kepada Allah Azza wa Jalla.
Orang yang tidak meminta-minta dan menjaga kehormatannya, maka manusia akan mencitainya. Bila telah merasa cukup dengan pemberian Allah maka ia akan tercukupi dan merasa kaya. Bila jiwanya kaya dan terjaga kehormatannya maka ia hidup dengan mulia.












No comments

Trimakasih Sudah Berkenan Berkomentar