Jannah dan Sebuah Harga
Segala puji kita bagi Allah Rabb semesta atas berbagai macam nikmat yang telah dianugerahkan pada kita semua. Apa pun nikmat yang Allah berikan patut kita syukuri walau itu sedikit.
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia sulit untuk
mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR.
Ahmad)
Semoga kita
menjadi hamba Allah yang bersyukur dan dapat memanfaatkan nikmat yang ada dalam
ketaatan dan ketakwaan pada Allah.
Shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada para sahabat, para tabi’in, serta para ulama yang telah memberikan contoh yang
baik pada kita.
JAMAAH JUMAT
RAHIMAKUMULLAH
Rasulullah bersabda
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ
ثَابِتٍ وَحُمَيْدٍ عَنْ
نَسِ بْنِ
مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُفَّتِ
الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتأ
النَّارُ
بِالشَّهَوَاتِ
Telah
bercerita kepada kami Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab,
telah bercerita kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dan Humaid, dari
Anas bin Malik berkata, “Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Jannah
dikelilingi oleh berbagai hal yang tidak menyenangkan dan neraka dikelilingi
dengan syahwat.” (HR Muslim)
Nabi
mengabarkan kepada kita bahwa jannah dikelilingi oleh berbagai hal yang umumnya
tidak disukai oleh manusia. Siapapun yang ingin mendapatkan Jannah mesti siap
menempuh jalan yang penuh onak dan duri, jalan perjuangan yang melelahkan,
pengorbanan harta, tenaga, usia dan bahkan nyawa, kendati hawa nafsu
menentangnya. Terpampang pula di hadapannya seribu satu rintangan yang tak
diingini oleh nafsu yang cenderung rehat dan berfoya-foya.
Sebaliknya,
neraka terselubungi oleh sejuta pesona yang menggiurkan orang untuk
menjamahnya, serasi dengan selera nafsu dan angkara. Sehingga banyak manusia
terkecoh oleh jerat dan perangkapnya.
Teraihnya
jannah hanyalah apabila manusia sanggup bermain dengan aturan dan rambu-rambu
yang telah ditetapkan oleh Sang Pemiliki Jannah (Allah) berupa perintah dan
larangan. Mengikuti rambu-rambu tersebut membutuhkan kesabaran ekstra dan
pengorbanan yang luar biasa.
Karena
umumnya perintah adalah sesuatu yang berat diterima oleh selera hawa nafsunya.
Adapun wujud larangan biasanya justru sesuatu yang diingini oleh syahwatnya.
Namun inilah harga yang telah ditentukan oleh Pemiliknya.
Allah mensifatkan
keadaan penghuni jannah dengan firman-Nya:
وَأَمَّا
مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ
الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ ﴿٤١﴾
“Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan
hawa nafsunya, maka sesungguhnya jannahlah tempat tinggal (nya).” (QS
An-Nazi’at 40-41)
JAMAAH JUMAT
RAHIMAKUMULLAH
Mush’ab bin
Umair, rela meninggalkan segala kemewahannya ketika diboikot orang tua sejak
masuk Islam. Dari pemuda yang paling keren, paling halus bajunya, paling wangi
minyaknya bagaikan photo model dan paling didamba gadis-gadis di Mekah.
Akhirnya beliau tinggalkan semuanya karena Islam. Bahkan tatkala syahid di
medan perang, hanya burdah yang dimilikinya untuk menutup tubuhnya, jika
ditutpkan kakinya kelihatan kepalanya dan jika ditutupkan kepalanya terlihat
kakinya.
Beliau
tahu, itulah alat tukar untuk meraih jannah. Demi melihatnya nabi bersabda,
“Sungguh di Mekah dahulu aku tidak melihat orang yang lebih halus pakaiannya
dan lebih rapi rambutnya daripada kamu.
Namun
sekarang rambutmu kusut masai dan tubuhmu hanya ditutup dengan sehelai burdah.”
Lalu beliau bersabda perihal Mush’ab dan pahlawan lain yang gugur:
نَّكُمُ
الشُّهَدَاءُ عِنْدَ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ يَشْهَدُ أ
اللهِ
يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
“Sungguh Rasulullah (aku) bersaksi bahwa kalian adalah syuhada di sisi
Allah pada hari kiamat.”
JAMAAH JUMAT
RAHIMAKUMULLAH
Jannah
tidaklah disediakan bagi mereka yang tak mau membayar harga, bakhil dalam
mengorbankan apa yang dimilikinya untuk mendapatkannya. Bukan pula untuk
manusia yang berangan untuk meraihnya namun tak sudi menempuh jalannya. Allah
menceritakan perihal orang-orang yang tidak turut serta dalam perang Tabuk:
لَوْ كَانَ
عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَّاتَّبَعُوكَ وَلَـٰكِن بَعُدَتْ
عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ ۚوَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّـهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا
مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنفُسَهُمْ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
﴿٤٢﴾
“Kalau yang
kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan
yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju
itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah:
“Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu” Mereka
membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka
benar-benar orang-orang yang berdusta.” (At-Taubah 42)
Maka adakah
pantas bagi seseorang telah mengaku cinta kepada Allah, berangan ingin mendapat
jannah, namun ia enjoy dengan maksiat, foya-foya, dan tidak memiliki perhatian
terhadapp urusan agamanya?
Hamba Allah
yang tulus ingin mendapatkan jannah akan berupaya memahami ilmu menuju jannah,
mengamalkannya dan bersabar atas gangguan yang dihadapannya serta berpaling
dari pantangan-pantangan Jannah adalah bukti konkrit manusia yang ingin
mendapatkan jannah.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata,
“enam perkara, apabila ada pada diri seseorang maka ia betul-betul mencari
jannah dan menjauh dari neraka, yakni mengenal Allah kemudian mentaatinya,
mengenal setan kemudian memusuhinya, mengenal kebenaran kemudian mengikutinya,
mengenal kebathilan kemudian menjauhinya, mengenal dunia kemudian
mengesampingkannya menggunakannya untuk kepentingan akherat) dan mengenal
akherat kemudian memburunya.”
JAMAAH JUMAT
RAHIMAKUMULLAH
Jika para pemburu
jannah harus mencurahkan pengorbanan segala yang dimilikinya, bukan berarti
para calon penghuni neraka tidak butuh pengorbanan untuk mendaftar menjadi
penghuninya.
Musuh-musuh Islam
pun mencurahkan segala tenaga, bersusah payah dan mengorbankan apa yang mereka
punya untuk menukarnya dengan neraka. Allah berfirman:
وَلَا
تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ ۖ إِن تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ
يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّـهِ مَا لَا يَرْجُونَ ۗ
وَكَانَ اللَّـهُ عَلِيمًا حَكِيمًا ﴿١٠٤﴾
“Jika kamu
menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula),
sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak
mereka harapkan.” (QS An-Nisa’ 104)
Begitupula dengan
para pemburu yang melalaikan akheratnya. Belum ada ceritanya para penggandrung
dunia merasa puas dengan apa yang telah di tangannya.
Dia akan senantiasa
berjuang, berkorban dan bekerja keras untuk memburu keinginan nafsunya yang
mustahil akan didapatkannya. Akan tetapi:
عَامِلَةٌ
نَّاصِبَةٌ ﴿ ٣﴾ تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً
“Bekerja keras lagi kepayahan, (lalu) memasuki api yang sangat panas
(neraka).” (QS Al-Ghasiyah 3-4)
JAMAAH JUMAT
RAHIMAKUMULLAH
Siapapun
manusia sesungguhnya ia akan menuai hasil perbuatannya di dunia. Yang kafir
ataupun yang mukmin, yang shalih maupun yang thalih, yang kaya ataupun yang
papa. Hasil yang diperoleh tergantung dengan besarnya pengorbanan dan tujuan ia
berkorban.
Jika para
pemburu neraka berkorban dan berjuang untuk mendapatkan kebinasaannya, tentulah
pengorbanan kita untuk mendapatkan kenikmatan Jannah harus lebih dituntut.
Hendaknya
kita tidak segera merasa bangga dan merasa cukup dengan amal yang telah kita
usahakan, karena kenikmatan jannah yang disediakan untuk kita terlampau besar
bila dibandingkan dengan upaya kita. Imam Syafi’i
berkata, “jika anda takut ujub, maka ingatlah
tiga perkara, yakni ridha siapa yang dia cari, kenikmatan apa yang dia inginkan
dan kebinasaan mana yang hendak dia jauhi.
Barangsiapa yang
merenungkan ketiganya, niscaya akan merasa kecillah apa yang telah dia
usahakan.”
Post a Comment