Lari Dari Adzab Kubur
Khutbah ke-1
Jamaah Jumat Rohimahumulloh
Marilah senantiasa kita
memanjatkan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kita nikmat Iman nikmat yang paling agung dalam
hidup ini nikmat yang tidak semua manusia mendapatkannya. Solawat serta salam
marilah kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad Solallohu Alaihi Wasalam dan
semoga kita kelak dapat dikumpulkan dengan Beliau di Jannah-Nya.
Tidak lupa khotib mengingatkan kepada diri
sendiri dan jamaah sekalian untuk
senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yaitu dengan menjalankan segala
yang diperintahkan dan menjauhi larangannya.
Jamaah
Jumat yang Berbahagia
“Dari
Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dari
sebagian pekuburan di Madinah atau Makkah. Lalu beliau mendengar suara dua
orang manusia yang sedang diadzab di kuburnya. Beliau bersabda, ‘Keduanya
sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab karena dosa besar (menurut mereka
bedua)’, lalu Nabi bersabda: ‘Padahal itu merupakan dosa besar. Salah satu di
antara keduanya diadzab karena tidak membersihkankan bekas kencingnya, dan yang
lain karena selalu melakukan namiimah (adu domba)” (HR. Bukhari 6055, Muslim
703)
Meyakini Adzab kubur merupakan salah satu
dari Rukun Iman yang sudah diyakini kebenarannya oleh ulama Ahlussunah Wal Ja’maah. Mengingkari adanya adzab kubur
bisa menyebabkan keluarnya seorang dari agama Islam.
Kubur bukanlah tempat peristirahatan
terakhir dalam episode perjalanan manusia. Ia hanya satu fase yang bakal
dikunjungi oleh manusia untuk beberapa lama, namun tidak selamanya. Kelak
manusia akan melaluinya, lalu meninggalkannya untuk menempuh perjalanan
berikutnya yang lebih panjang, hingga berakhir di tempat tinggalnya; di jannah
atau di neraka.
Maimun bin Mahran bercerita,
“Suatu kali saya duduk di sisi Umar bin Abdul Aziz, lali beliau membaca,
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُحَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
sampai kamu masuk (ziyarah) kedalam kubur.” (QS. at-Takatsur)
Beberapa saat beliau terdiam lalu
berkata, “Wahai Maimun, aku tidak melihat,
melainkan alam kubur itu hanyalah tempat berkunjung (ziyarah), sedangkan
orang yang berkunjung itu sudah pasti akan pulang.”
Persinggahan Pertama
Jamaah
yang Semoga Dirahmati Allah
Jika alam dunia yang teramat singkat
adalah fase untuk berbekal dan beramal, maka alam barzakh adalah pertanda awal;
kemana akhir kesudahan manusia di akhirat kelak sebagai hasil dari usahanya di
dunia. Kebahagiaan di dalamnya adalah pertanda kebahagiaan fase-fase
berikutnya, begitupun pula sebaliknya.
Abdullah bin ar-Rumy berkata, “Utsman bin Affan biasanya kalau berdiri
di depan kubur menangis hingga airmatanya membasahi jenggotnya. Seseorang
bertanya, “Ketika Anda diingatkan tentang jannah dan neraka tidak sampai
menangis seperti ini, tetapi tatkala diingatkan tentang kubur Anda menangis
begitu rupa?” Beliau menjawab, “Saya mendengar Rasulullah bersabda “Kubur
adalah fase awal dari perjalanan akhirat. Sekiranya seseorang selamat dari
siksa kubur, maka setelahnya akan menjadi mudah. Jika tidak selamat, maka
penderitaan setelahnya lebih dahsyat.” (HR Tirmidzi, beliau mengatakan hasan
gharib, dan Syeikh al-Albani menghasankannya)
Sebenarnya seperti apakah perjalanan
manusia di dalam kubur, hingga perlu bagi kita menyiapkan jalan selamat selagi
masih di dunia?
Hadits panjang dari Bara’ bin ‘Azib yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim dan Syaikh
al-Albani menceritakan perjalanan manusia di alam kuburnya. Tentang orang yang
celaka, Nabi shallallahu alaihi wasallam menceritakan bagaimana keadaannya
setelah nyawa di kembalikan ke jasadnya,
“Kemudian
nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah dua orang malaikat yang
mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’
jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak
tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus
untuk kalian?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan
dari langit, ‘Hamba-Ku telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan
pintu ke arahnya’. Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam
kuburannya. Lalu kuburannya dihimpitkan hingga tulang belulangnya remuk dan
bersilang satu sama lain…”
Sampai di sini hendaknya kita merenungi,
betapapun tinggi strata sekolah yang ditempuh dan diperoleh selama hidup,
pertanyaan yang diajukan dalam kubur tetaplah sama; yakni soal tiga hal yang
mungkin pernah diajarkan saat usia TK.
Siapa Rabbmu? Apa agamamu? Siapa Nabimu?
Tapi mereka yang gagal bukan hanya mereka yang tidak hafal saat di dunia, akan
tetapi mereka yang tidak menjalankan konsekuensi dari tiga itu. Konsekuen untuk
mentauhidkan dan mentaati Allah, meneladani Nabi shallallahu alaihi wasallam dan
konsekuen untuk berpegang kepada syariat Islam, hingga mati dalam keadaan
sebagai muslim. Masihkah kita menganggap remeh tiga perkara itu dan
menganggapnya sebagai pelajaran untuk anak kecil saja?
Ma’asyaral
Muslimin Rahimahumulloh
Ibnul Qayyim rahimahullahu menyebutkan
dalam kitabnya Ar-Ruh, “Secara global, mereka diadzab karena kejahilan mereka
tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan karena
perbuatan mereka melanggar larangan-Nya. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
akan mengadzab ruh yang mengenal-Nya, mencintai-Nya, melaksanakan perintah-Nya,
dan meninggalkan larangan-Nya. Demikian juga, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
akan mengadzab satu badan pun yang ruh tersebut memiliki ma’rifatullah
(pengenalan terhadap Allah) selama-lamanya. Sesungguhnya adzab kubur dan adzab
akhirat adalah akibat kemarahan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kemurkaan-Nya
terhadap hamba-Nya. Maka barangsiapa yang menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala
marah dan murka di dunia ini, lalu dia tidak bertaubat dan mati dalam keadaan
demikian, niscaya dia terancam dengan adzab di alam barzakh sesuai dengan
kemarahan dan kemurkaan-Nya.”
Lari dari Adzab Kubur
Nabi shallallahu alaihi wasallam
melanjutkan kisahnya,
Tiba-tiba datanglah seorang yang bermuka
amat buruk memakai pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku
datang membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan
bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan
kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. Ia pun berkata, ‘Wahai Rabbku,
janganlah engkau datangkan hari kiamat’.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh
al-Hakim dalam Al-Mustadrak dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz)
Begitulah, tak ada fasilitas dan teman
yang didapatkan manusia di dalam kuburnya, selain apa yang telah dia usahakan
sebelum matinya. Maksiat dan dosa yag dilakukan manusia pada saat di dunia
menjadi teror yang menakutkan tatkala berada di kuburnya. Tak ada jalan lain
untuk lari dari keadaan ini, selain menyiapkannya sekarang selagi di dunia. Yakni
dengan menjadikan amal kebaikan sebagai kebiasaan dan sesuatu yang dicintainya.
Hinga kelak amal shalih dan ketaatan akan menjelma dalam rupa fasilitas dan
teman yang menyenangkan manusia di kuburnya.
Alangkah bijak nasihat yang diberikan
oleh Hatim bin al-Asham, “Aku perhatikan bahwa setiap manusia memiliki kekasih.
Namun kulihat tatkala manusia memasuki kuburnya, tak ada satupun kekasih yang
menyertainya, selain dari amal shalih yang dikerjakannya. Maka aku putuskan
untuk menjadikan amal shalih sebagai kekasihku, agar ia menemani aku hingga
setelah matiku.”
Jabatan yang digandrunginya, harta yang
dikumpulkannya, para fans yang menyanjungnya tak satupun sudi menyertai manusia
saat masuk ke dalam kuburnya. Hanya amal shalih saja yang sudi menemani manusia
kelak setelah matinya, maka masihkah kita menyia-nyiakannya?
Kengerian kubur bagi yang celaka, tak
hanya berhenti sampai di situ saja. Lapis demi lapis siksa dilaluinya.
Pemandangan mengerikan ditampakkan pula di hadapannya; setiap pagi dan
petangnya.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
عَذَابِ الْقَبْرِ، وَعَذَابِ النَّارِ، وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ،
وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Ya Allah, aku berlindung kepadaMu
dari adzab kubur, dari adzab neraka, dari fitnah hidup dan mati, dan keburukan
Al-Masiih Ad-Dajjaal).”
Khutbah ke-2
Sebagaimana juga dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدَهُ بِالْغَدَاةِ
وَالْعَشِيِّ، إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ،
وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيُقَالُ: هَذَا
مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya apabila salah seorang di
antara kalian mati maka akan ditampakkan kepadanya calon tempat tinggalnya pada
waktu pagi dan sore. Bila dia termasuk calon penghuni surga, maka ditampakkan
kepadanya surga. Bila dia termasuk calon penghuni neraka maka ditampakkan
kepadanya neraka, dikatakan kepadanya: ‘Ini calon tempat tinggalmu, hingga
Allah Subhanahu wa Ta’ala membangkitkanmu pada hari kiamat’.” (Muttafaqun
‘alaih)
Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,
â$¨Y9$# cqàÊt÷èã $pkön=tæ #xrßäî $|ϱtãur ( tPöqtur ãPqà)s? èptã$¡¡9$# (#þqè=Åz÷r& tA#uä cöqtãöÏù £x©r& É>#xyèø9$# ÇÍÏÈ
46. kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang[1324],
dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah
Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras".
Orang kafir dan munafik juga akan
merasakan dahsyatnya ‘gebukan’ palu malaikat,
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا كُنْتَ تَقُولُ
فِي هَذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُولُ: لَا أَدْرِي، كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ
النَّاسُ. فَيَقُولَانِ: لَا دَرَيْتَ وَلَا تَلَيْتَ. ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَاقٍ
مِنْ حَدِيدٍ بَيْنَ أُذُنَيْهِ فَيَصِيحُ فَيَسْمَعُهَا مَنْ عَلَيْهَا غَيْرُ
الثَّقَلَيْنِ
Adapun orang kafir atau munafik, maka
kedua malaikat tersebut bertanya kepadanya: “Apa jawabanmu tentang orang ini
(Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam)?” Dia mengatakan: “Aku tidak tahu.
Aku mengatakan apa yang dikatakan orang-orang.” Maka kedua malaikat itu mengatakan:
“Engkau tidak tahu?! Engkau tidak membaca?!” Kemudian ia dipukul dengan palu
dari besi, tepat di wajahnya. Dia lalu menjerit dengan jeritan yang sangat
keras yang didengar seluruh penduduk bumi, kecuali jin dan manusia.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Jamaah
Rahimahumulloh
Bagaimana
untuklari dari siksaan ini?
Untuk lari
dari siksaan ini, hendaknya kita rajin mengkaji sosok Nabi kita shallallahu
alaihi wasallam, mencontoh tata cara ibadah darinya dan meneladani akhlaknya.
Dengan inilah kita akan diteguhkan hati kita saat menghadapi pertanyyan di
kubur. Karena di dalam kubur, tidak semudah menjawab pertanyaan di dunia yang
hanya bermodal hapal tanpa mengikuti konsekuensinya.
Berbagai macam jenis siksa juga tersedia
di alam barzakh, sesuai dengan jenis dan kadar keburukan yang dilakukan sewaktu
di dunia. Lari dari bujukan nafsu dan setan menuju Allah, menjauh dari segala
bentuk kemaksiatan menuju ketaatan adalah cara menyelamatkan diri dari segala
bentuk adzab kubur. Dan hendaknya memperbanyak doa memohon perlindungan kepada
Allah agar terhindar dari adzab kubur, wallahul Alam Bi Sowab.
Disadur dari :www.arrisalah.net
Post a Comment