Header Ads

test

Baik Saja Tidak Cukup


IPPM Baiturrohim~”Tidak apa apa lah dia ga Shalat yang penting baik, dari pada Shalat  tapi jahat” Pernahkah Sobat Muda mendengar ucapan seperti itu? Sepintas memang seperti masuk akal tetapi sungguh statement ini menyesatkan. Jikalau orang kafir yang menyatakan tidak mengherankan, ironisnya keyakinan ini juga diamini oleh sebagian kaum Muslimin di negeri ini. 

 Mungkin ini akibat kejenuhan masyarakat terhadap terhadap pengkhianatan-pengkhianatan para pimpinan Muslim ditingkat atas. Atau boleh jadi kaum Muslimin sudah termakan propaganda kaum kuffar untuk mendangkalkan aqidah kaum Muslimin. Bukankah prinsip mereka “ tidak mengapa kaum Muslimin KTP-nya Islam penampilan Islami yang penting  fikiran dan keyakinan mereka megikuti kami”. Salah satunya keyakinan tadi “Gapapa ga Shalat yang penting baik, lama-lama gapapa bukan tidak beragama Islam yang penting baik” dan seterusnya.... Yang penting baik.

Sobat Muda sudah menjadi kewajiban kita ketika meyikapi permasalahan dalam hidup, kita kembalikan kepada  prinsip hidup kita yaitu Islam, termasuk apa yang dimaksud dengan kebaikan. Kebaikan bukan sekedar perasaan, dugaan, atau opini. Kebaikan adalah yang berdasarkan Al Quran dan Assunah tidak ada yang lain. Kenapa demikian? Karena dua perkara itulah yang berisi aturan dan petunjuk dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala Tuhan semesta alam.

Rasulullah Solallohu Alaihi Wasallam  bersabda :
 “Telah aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, yang kalian tidak akan pernah tersesat selama-lamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku”. (H.R Muslim)

Firman Allah dalam Surat Al-Isra ayat : 9 menjelaskan :
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”

Sobat Muda Rahimahumulloh terus apa standar kebaikan manusia menurut Allah? Mari kita telaah bersama. Sobat mengenal Abu Tholib? Iya benar Paman Nabi Muhammad Solallohu Alaihi Wasallam  . Beliau adalah salah satu manusia yang berjasa di awal-awal dakwah Nabi. Beliau merawat Muhammad kecil sejak usia 10 tahun sepeninggal Abdul Mutholib (Kakek Nabi). Beliau yang mengajarkan dagang kepada Muhammad muda, merawat dengan penuh kasih saying sebagaimana anak sendiri hingga Muhammad tumbuh dewasa. Tidak berhenti disitu, ketika Muhammad menerima Risalah Kenabian Abu Tholibhlah yang menjadi menjadi benteng pelindung dari segala konspirasi kaum Quraisy. Bahkan Beliau siap mengobarkan perang kepada kaum Quraisy sekiranya mereka menyakiti keponakannya Muhammad. Demi Nabi Muhammad Abu Tholib dan keluarganya rela hidup menderita di gunung akibat pemboikotan selama 3 tahun oleh kaum Quraisy. Sungguh luar biasa pengorbanan paman Nabi yang satu ini.

Akan tetapi Sobat segala kebaikan yang ada pada diri Abu Tholib tidak diiringi dengan keimanan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Beliau menutup segala kebaikannya selama ini dengan keburukan yang tak terampunkan. Yaitu ketika ajal menjemputnya Beliau tidak mengucapkan kalimat Syahadat “Ashadu ala ila ha ilallah wa ashadu anna muhammadarrosululloh” Bahkan Nabi Muhammad Solallohu Alaihi Wasallam  juga sangat emosional ketika itu. 
 Kemudian Rasulullah Solallohu Alaihi Wasallam  bertekad, ”Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang.”
 Sehingga atas peristiwa ini Allah menurunkan Firmannya dalam Surat At-Taubah: 113 dan al-Qashsas: 56

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam”.

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”.

Sobat Muda peristiwa di atas menjawab point penting tentang standar kebaikan. Kebaikan itu bukan sekedar berbuat baik berdasarkan kacamata manusia yang berdasarkan perasaan dan opini, tetapi standar kebaikan adalah keimanan. Sebaik apapun perbuatan manusia jika tidak dilandasi dengan keimanan dan aqidah yang benar maka semua itu tidak berguna dan sia-sia belaka. 

Mereka itu termasuk orang yang sia-sia amalannya, baik di dunia manpun akhirat. Mereka tidak akan memiliki penolong (QS.Ali Imran :22)

Jadi Sobat Muda Baik Saja Tidak Cukup :) 


Wallohu’alam.



Daftar Pustaka :














2 comments:

Trimakasih Sudah Berkenan Berkomentar